Mengungkap Sejarah Candi Borobudur: Mahakarya Agung dari Nusantara

Borobudur: Saksi Bisu Peradaban dan Spiritualitas Nusantara

gozolt.com – Borobudur: Saksi Bisu Peradaban dan Spiritualitas Nusantara. Candi Borobudur adalah salah satu situs warisan budaya paling penting di Indonesia dan merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Borobudur menjadi simbol kebesaran dan keagungan peradaban Nusantara. Artikel ini akan menggali sejarah lengkap dari pembangunan hingga pemugaran Candi Borobudur.

Asal Usul dan Pembangunan Borobudur

Candi Borobudur dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra, sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi, selama periode Kerajaan Mataram Kuno. Pembangunan candi ini diperkirakan memakan waktu lebih dari 75 tahun, dan selesai sekitar tahun 825 Masehi.

Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra dikenal sebagai penganut agama Buddha Mahayana yang taat. Raja-raja dinasti ini mendukung pembangunan berbagai candi dan monumen agama sebagai bukti kekuasaan dan devosi mereka terhadap ajaran Buddha. Borobudur dibangun di bawah pemerintahan Raja Samaratungga, dan diteruskan oleh putrinya, Pramodhawardhani.

Lokasi dan Arsitektur

Candi Borobudur terletak di lembah antara dua gunung berapi, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, serta di apit oleh dua sungai, Progo dan Elo. Lokasi ini di pilih karena di anggap sebagai tempat yang suci dan simbolis dalam kepercayaan Buddha.

Arsitektur Borobudur sangat kompleks dan indah. Candi ini memiliki bentuk mandala besar, melambangkan kosmos dalam kosmologi Buddha. Struktur candi terdiri dari enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, dengan sebuah stupa utama di puncaknya. Secara keseluruhan, terdapat 2.672 panel relief dan 504 arca Buddha menghiasi candi ini.

Borobudur: Saksi Bisu Peradaban dan Spiritualitas Nusantara

Makna dan Filosofi

Setiap elemen di Borobudur memiliki makna dan filosofi mendalam. Relief-relief di dinding candi menggambarkan berbagai cerita, termasuk kisah hidup Buddha (Lalitavistara), ajaran moral (Jataka dan Avadana), serta hukum sebab akibat (Karmavibhanga).

Struktur Borobudur sendiri melambangkan tiga tingkat dalam kosmologi Buddha:

  1. Kamadhatu (Dunia Keinginan): Bagian dasar candi yang menggambarkan kehidupan duniawi yang penuh dengan nafsu dan keinginan.
  2. Rupadhatu (Dunia Bentuk): Empat tingkat di atas Kamadhatu yang menunjukkan transisi dari dunia nafsu ke dunia meditasi.
  3. Arupadhatu (Dunia Tanpa Bentuk): Tiga pelataran melingkar di puncak candi yang melambangkan pencapaian spiritual tertinggi, di mana seseorang bebas dari nafsu duniawi.
Lihat Juga:  Pertempuran Ambarawa: Simbol Perlawanan Indonesia

Penemuan Kembali dan Pemugaran

Selama berabad-abad, Candi Borobudur tertutup oleh abu vulkanik dan vegetasi, hingga akhirnya di lupakan. Pada tahun 1814, Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, menemukan kembali candi ini.

Pemugaran besar-besaran pertama di lakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1907-1911, di pimpin oleh insinyur Belanda, Theodoor van Erp. Namun, upaya ini hanya membersihkan dan memperbaiki sebagian kecil dari struktur yang rusak.

Pemugaran UNESCO

Pada tahun 1973-1984, pemugaran besar-besaran di lakukan dengan bantuan UNESCO dan melibatkan banyak ahli dari berbagai negara. Pemugaran ini bertujuan untuk memperbaiki struktur dan menyelamatkan relief-relief yang rusak. Setelah pemugaran ini selesai, Borobudur di resmikan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991.

Borobudur Saat Ini

Faktanya hari ini, Candi Borobudur menjadi salah satu destinasi wisata paling populer di Indonesia. Selain menjadi tempat wisata, Candi ini juga berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Buddha, khususnya saat perayaan Waisak. Setiap tahun, ribuan umat Buddha dari seluruh dunia berkumpul di Candi ini untuk merayakan hari kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Siddhartha Gautama.

Kesimpulan

Candi ini bukan hanya merupakan keajaiban arsitektur dan seni, tetapi juga simbol spiritual dan budaya yang mendalam. Karena itu, sebagai saksi bisu dari kejayaan masa lalu, Candi ini terus memikat hati dan pikiran para pengunjung dari seluruh dunia. Oleh karena itu, dengan segala keindahan dan keagungannya, Candi ini adalah mahakarya yang tak ternilai dari peradaban Nusantara.